Nama: Milkha
Selegani
Nim: 1313.1215.3
Fakultas: Isipol
Jurusan: Administrasi
Negara
Materi Kuliah: Filsafat Budaya Mataram
Semester: I
Universitas Widya Mataram Yogyakarta
BUDAYA SUKU MONI TENTANG KULIT BIA DI KABUPATEN INTAN JAYA, PROVINSI PAPUA
gambar
kulit bia
Setiap Suku Bangsa di dunia pasti mempunyai
budaya, bahasa, adat istiadat dan beranekaragam sukunya tersendiri. Provinsi
Papua adalah salah satu Provinsi ufuk Timur di Indonesia yang perbatasan dengan
Negara Papua Nugini. Provinsi papua sendiri terdiri dari 32 Kabupaten dan 1
kota. Salah satu dari antara 32 Kabupaten adalah Kabupaten Intan Jaya yang merupakan pemekaran dari
kabupaten induk yaitu Kabupaten Paniai, Propinsi Papua.
Di Propinsi Papua terdiri dari 252 (dua ratus lima puluh dua)
suku, bahasa serta beraneka ragam budaya yang berbeda baik dalam hal pesta
perkawinan, pertukaran barang dengan barang (Barter) pesta pernikahan, maupun
berdansa dan lain sebagainya.
Kabupaten
Intan Intan Jaya terletak disekitar pengunungan tengah Papua, Pada khususnya
Kabupaten Intan Jaya di diami oleh salah satu suku terbesar yaitu Suku Moni. Dalam kehidupan dari turun
temurun salah satu adat atau benda yang senantiasa digunakan dalam tukar menukar barang dengan barang dan penyelesaikan masalah, maskawin serta
membayar kepala atas terjadinya pembunuhan ataupun yang terjadi pada saat perang
marga, suku dan lain –lain selalu
menggunakan kulit kran yang disebut Kulit Bia.
Kulit bia ini
merupakan peninggalan pada zaman Prasejarah atau dari Nenekmoyang suku Moni itu
sendiri.
Pranan
kulit bia sering
di identik dengan perkembangan zaman adalah politik praktis. Untuk lebih
memahami lebih jauh melihat peranan kulit bia dalam penyelesaian beberapa dimensi Sejak dahulu hingga
saat ini kulit bia masih
dapat digunakan oleh suku Moni sebagai alat pembayaran maskawin dan lain lain.
Kulit bia
itu sendiri dapat dimanfaatkan oleh suku Moni untuk keperluan hidupnya. Kulit bia tidak hanya digunakan oleh suku
Moni sebagai alat pembayaran alat kuno selain uang yang digunakan sebagai alat
pembayaran alat modern.
Kulit bia yang dimaksud itu pun ada
keterbatasannya. Dan dalam budaya orang Moni kulit bia itu sendiri ada tingkatan dan juga ada nama tersendiri.
yakni nama-nama kulit bia
itu yang lebih besar nilainya berbeda dengan kulit bia yang tak ada nilai sama sekali.
Nilai atau tingkatan kulit bia, mulai terhitung dari tidak ada harga hingga harganya
yang tinggi diatas satu miliyar rupiah yang harganya satu Miliyar yaitu, dengan sebutan Mbuzu baga & Nangga baga, jumlah
kulit bia tidak terhitung karena, setiap suku Moni masih memiliki kulit bia.
Sistem
pembayaran dalam suku Moni selalu dipatokan dengan cara pembayaran ibu dari
anak perempuan yang hendak mau diminta atau dituntut oleh pihak perempuan,
berapa besar tingkatan tetap ditentukan
oleh pihak perempuan.
Sehingga pihak laki-laki mau dan tidak mau harus memberikan / membayar apa yang
menjadi tuntutan dari pihak perempuan.
Sistem maskawin di atas sudah dianggap menjadi ketentuan umum yang berlaku dalam kehidupan budaya suku Moni. Cara membayarnya di sesuaikan dengan “tubuh manusia’ bukan beli manusianya tetapi cara membayarnya hampir mirip dengan tubuh manusia. Pertama yang harus dibayar adalah “Indo”. Kata lain Kebun atau istilahnya bayar kepala. Dan hitung bagian tubuh manusianya hingga lunas.
Sistem maskawin di atas sudah dianggap menjadi ketentuan umum yang berlaku dalam kehidupan budaya suku Moni. Cara membayarnya di sesuaikan dengan “tubuh manusia’ bukan beli manusianya tetapi cara membayarnya hampir mirip dengan tubuh manusia. Pertama yang harus dibayar adalah “Indo”. Kata lain Kebun atau istilahnya bayar kepala. Dan hitung bagian tubuh manusianya hingga lunas.
Tingkatan
nilai kulit bia yang
digunakan untuk membayar itu pun tergantung pada ketentuan dari pihak
perempuan. Sampai saat ini dalam kehidupan suku Moni tingkat nilai kulit bia mencapai dua belas (12) tingkat.
Dua belas tingkat sama dengan nilai uang Satu Miliyar, nilai yang paling
terendah adalan
harga 1.000 (seribu rupiah) dan lainnya dapat disesuaikan dengan ketentuan dan
kesepakatan.
Orang
Moni yang memiliki kulit bia banya,k mudah
sekali menindas atau melemahkan dengan cara monopoli kekayaan orang lemah
dengan janji-janji palsu. Jika janjinya tidak terpenuhi berarti terjadi perang
dengan orang yang pernah membuat perjanjian palsu untuk menganti rugi. Jika hal
tersebut tidak terpenuhi berarti muncul perang. Perang adalah salah satu cara
yang paling terbaik untuk mencari solusi untuk menyelesaikannya bagi suku Moni
sejak dulu. Namun, setelah
Injil dan Pemerintah masuk sudah tidak terjadi demikian.
Orang Moni
mengangap kulit bia sebagai
kebun (Indo). Kulit bia sebagai
kebun dan dianggap sebagai alat transaksi dalam perdangan termasuk pembayaran
maskawin. Orang yang memiliki kulit bia
sebagai salah satu benda budaya yang dapat mengerakkan orang Moni untuk
berjuang dan bersaing mengumpulkan uang sebagai harta kekayan. Kulit bia digunakan dalam berbagai
kesempatan untuk transaksi dan bisa pula usaha barter.
Orang Moni
yang memiliki kulit bia banyak, banyak sekali menindas kaum lemah dengan cara monopoli kekayaan orang lemah dengan
janji-janji palsu. Jika janjinya tidak terpenuhi berarti terjadi perang dengan
orang yang pernah membuat perjanjian palsu untuk menganti rugi.
Refrensi:
1.
Milkha Selegani. Budaya membayar
maskawin melalui kulit bia
dan cara pandang serta peran (sonowi) orang kaya /
Big man dalam adat suku Moni melalui transaksi dengan kulit bia.
Membuka
misteri
tabir tentang budaya dan adat suku Moni