MARTIN ALBROW DAN BIROKRASI
A.
SEKILAS
TENTANG MARTIN ALBROW
Martin Albrow adalah seorang
sosiolog, pensiunan guru besar dari University of Wales dan
menjadi Dosen Tamu di Roehampton, Cambridge, LSE, Munich dan State University of New York. Buku yang pernah
ditulisnya antara lain: Max Weber’s Construction of Social Theory, Do
Organizations Have Feelings?, Sociology: the Basics, dan the prize-winning The
Global Age. Dia pernah menjadi editor dari the Journal International
Sociology, Presiden dari British Sociological
Association, dan Kepala dari Panel Sosiologi di Pusat Penelitian
Universitas-Universitas di Inggris. Hingga saat ini ia masih menjadi dosen tamu
di Centre for the Study of Global Governance London School of
Economics, dan ko-editor padaGlobal Civil Societ.
B.
DEFINISI
BIROKRASI
Gagasan birokrasi lahir dari keprihatinan terhadap tempat yang seharusnya
bagi pejabat dalam pemerintahan modern. Istilah birokrasi (buraeucracy) mulai diperkenalkan oleh de Gourney pada
saat beliau menguraikan tentang bentuk pemerintahan yang keempat atau kelima,
dari klasifikasi pemerintahan Yunani klasik. Birokrasi,menurut de Gourneyadalah
suatu tipe pemerintahan lain, melengkapi tipe pemerintahan yang sudah ada,
seperti monarki, aristokrasi, dan demokrasi.
Bureaucracymemiliki akar kata ”Bureau” dan ”cracy”. Bureaumenunjuk pada tempat para pejabat bekerja,
sedangkan cracymerupakan
turunan dari kata yunani yang berati mengatur (to
rule).Terjadi pergeseran istilah dari Bureaucratie (prancis) menjadi menjadi Bureaukratie (Jerman), burocrazia (Italia), dan bureaucracy (inggris). Definisi birokrasi menurut Kamus Akademi
Prancis 1798 : “Kekuasaan, pengaruh dari kepala dan staf biro
pemerintahan”, menurut Kamus Bahasa Italia 1828 :“Kekuasaan pejabat di dalam administrasi pemerintahan”,menurut
Kamus Bahasa Jerman 1813 : “Wewenang atau kekuasaan yang
oleh berbagai departemen pemerintah dan cabang-cabangnya diperebutkan untuk
diri mereka sendiri atas sesama warga negara”, menurut Kamus
Bahasa Perancis :“Pengaruh pemerintahan dan juga
rezim yang di dalamnya biro menjadi berlipat ganda”.
Pada awal abad ke-19, Balzac berperan besar memasyarakatkan kata tersebut
ke dalam bahasa Perancis dalam novelnya yang berjudul ”Les Employees” yang
menceritakan tentang praktik birokrasi dengan nada yang kasar dan penuh
ejekan. Sementara di Jerman istilah ini dipopulerkan oleh Christian
Krauss yang menunjuk praktik pemerintahan di Prussia sebagai sebuah aristokrasi
terselubung yang memerintah negara secara terang terangan sebagai sebuah
birokrasi. Setelah orang Prussia dikalahkan oleh Napoleon, kemudian
Humboldt menuliskan tentang pelaksana dari pemerintahan yang disebut
sebagai buralistenyaitu mereka yang sengaja digaji, yang
berpengathuan dari buku, tidak beralasan untuk didukung dan tidak punya hak
milik. Kutipan ini kemudian digunakan oleh Karl Heinzen yang menggantikan
kata buralisten menjadi birokrat.
Johan Gorres adalah yang paling
berjasa memasyarakatkan kata tersebut di Jerman. Tipologi klasik digunakan
untuk mengembangkan teori yang mendasari kesatuan nasional. Unsur-unsur
monarkis dan demokratis digabungkan untuk mewujudkan kerjasama dan saling
pengertian antara yang memerintah dan yang diperintah. Jika kondisi tersebut
tidak terpenuhi maka birokrasilah hasilnya. Birokrasi dikatakan sebagai
bentuk pemerintahan yang di dalamnya kekuasaan ada di tangan pejabat bahkan
birokrasi dipandang sebagai indikator keberadaan pejabat itu sendiri.
Istilah aristokrasi sendiri secara ekslusif mengacu kepada strata sosial
tertentu bukan suatu bentuk pemerintahan sedangkan demokrasi dipandang sebagai
bentuk kelembagaan yang dengannya keinginan rakyat dapat terwujud.
Teori
Inggris:
1. Literatur Inggris
tentang birokrasi pada awalnya lebih banyak merupakan terjemahan dari
literatur-literatur Jerman.
2. John Stuart Mill melihat
birokrasi sebagai bentuk utama pemerintahan yang dibedakan dan dipertentangkan
dengan monarki dan aristokrasi maupun demokrasi. Ia memberikan kritik konsep
birokrasi model kontinental. Menurut Mill dominasi birokrasi yang sangat kuat
merupakan penyebab rendahnya kualitas kehidupan politik negara kontinental.
Rumusan Mill yang cukup penting adalah tentang pertentangan antara birokrasi
dan demokrasi. Perbedaan keduanya adalah dalam hal letak pengambilan
keputusan dan kekuasaan yang sesungguhnya dan bukan pada seleksi formal
calon pejabat.
3. Bagi sebagian besar ilmuan
Inggris pada abad 19, terdapat kepercayaan bahwa konsep birokrasi sebenarnya
berasal dari luar. Konsep tersebut juga dinilai tidak cocok untuk dikembangkan
di Inggris yang lebih mengedepankan demokrasi. Namun demikian, gagasan ini
ditentang oleh Ramsay Muir. Baginya, birokrasi adalah penyelenggaraan kekuasaan
oleh administrator yang profesional, dan Inggris sudah menerapkan birokrasi
selama tujuh puluh tahun.
Teori
Kontinental
1. Di Jerman, gagasan tentang birokrasi sangat terkait dengan
perubahan-perubahan radikal dalam teori dan praktek administrasi yang
mengiringi kekalahan Prussia oleh Napoleon pada tahun 1806. Pada awal
perkembangannya, gagasan birokrasi lebih didominasi oleh konsep collegium, suatu badan jabatan yang bertugas menasehati
penguasa dan bertanggungjawab secara kolektif atas fungsi-fungsi tertentu dalam
pemerintahan. Kelebihan dari bentuk koligial adalah terjadinya diskusi yang
mendalam dari berbagai sudut pandang tetapi kelemahannya adalah inefisiensi
waktu karena cenderung bertele-tele. Setelah tahun 1806, sistem koligial
diganti dengan sistem biro atau Einheitssystem. Pada
sistem ini tanggungjawab individual lebih terjamin di mana sehingga bersifat
lebih pasti, menyatu dan energik. Akibatnya adalah penyusunan dokumen dapat
dilakukan lebih cepat dan menghemat biaya personal. Tetapi aspek lain yang
mungkin muncul adalah bahaya administrasi terperangkap dalam keanehan-keanehan
individu yang membentuknya. pada masing-masing pemegang kewenangan.
2. Penerapan sistem biro ini
kemudian menuai berbagai kritik dari para ilmuan. Pertanggungan berada
pada pundak individu masing-masing tingkat wewenang. Adapun fokus kritik
tersebut adalah bahwa birokrasi sebagai sesuatu yang serba buruk. Birokrasi
oleh mereka didefinisikan sebagai konsepsi yang jelek tentang tugas-tugas
negara, yang dijalankan oleh sejumlah besar kelompok pejabat profesional.
3. Karl Heinz memusatkan
perhatian pada bentuk khusus dari pengaturan administrasi Jerman dengan
konsepsi awal birokrasi sebagai suatu struktur organisasi di mana di
dalamnya seorang pejabat tunggal mengontrol administrasi, sebagai lawan
dari struktur koligial yang di dalamnya pejabat bekerja di bawah seorang kepala
tetapi memiliki partisipasi dalam pengambilan keputusan. Tetapi pada
perkembangannya, pengertian tentang birokrasi ini diartikan lebih jauh
menjadi pemerintahan para pejabat.
4. Von Mohl, Olwezky dan Le Play
lebih berpedoman pada ketidak puasan rakyat terhadap pemerintah dan melihat
esensi birokrasi sebagai hasrat para pegawai negeri yang digaji untuk selalu
mencampuri orang. Akibatnya sebagian besar ulasan dari Le Play lebih
banyak memberikan penjelasan motivasional terhadap tingkah laku para pejabat.
C. RUMUSAN KLASIK
Mosca dan Michels
Pendapat Mosca berangkat dari kritiknya terhadap klasifikasi tradisional
tentang pemerintahan yang mengkategorikan pemerintahan dalam demokrasi,
aristokrasi atau monarki. Konsepnya tentang birokrasi dan ketidakpuasan nya
terhadap tipe pemerintahan pola tradisional. Bagi Mosca, inti realitas dari
sistem politik adalah kekuasaan, dan oleh karena itu ia kemudian menawarkan
katagori baru yang didasarkan inti realitas tersebut. Katagori dimaksud adalah tipe feodal
dan tipe birokratis.
Yang dimaksud dengan
tipe feodal adalah bahwa dalam suatu pemerintahan,
kelas yang berkuasa memiliki struktur yang sederhana. Setiap anggota misalnya menjalankan
fungsi ekonomi, perundang-undangan atau militer. Masing-masing anggota dapat
menjalankan wewenang secara langsung dan memiliki wewenang personal terhadap
kelas yang dikuasainya. Sedangkan pada negara birokratis, fungsi-fungsi ini
dipisahkan secara tajam dan menjadi kegiatan yang ekslusif dari bagian-bagian
khusus kelas yang berkuasa. Di antara bagian-bagian tersebut ada satu kelompok,
yang karena kehadirannya di suatu negara disebut sebagai birokratis. Porsi
tertentu dari kekayaan nasional dialokasikan kepada suatu badan yang
pejabat-pejabatnya digaji. Inilah yang disebut birokrasi.
Konsep Mosca kemudian
dikembangkan oleh Michels. Namun tidak sekedar memperluas tesis Mosca bagi
semua organisasi, ia bahkan menetapkannya menjadi suatu bentuk yang lebih
deterministik. Ia sepakat dengan Mosca bahwa birokrasi adalah kebutuhan negara
modern. Di dalam birokrasi, kelas-kelas yang secara politik dominan akan
menjaga kedudukan mereka sedangkan kelas-kelas menengah yang tidak terjamin
akan mencari jaminan dalam pekerjaan. Hal lain yang patut digaris bawahi
adalah bahasan Michels dan Mosca tentang konsep birokrasi sebagai suatu badan
bagi pejabat yang digaji juga dapat dilihat sebagai bentuk penolakan atas
pemikiran demokratis konstitusional.
D.
PEMIKIRAN MAX WEBER
Warisan Weber yang mengulas acuan-asuan tentang birokrasi dapat dilihat
dalam dua karya besarnya yaitu Witschaft und Gesselschaft.
Sumber ketiga yang penting juga adalahParliament Government in the
Newly-Organized Germany.
1.
TEORI
ORGANISASI
Dalam bukunya, beliau mengemukakan tentang Verband yang
diterjemahkan sebagai “organisasi” yaitu suatu tatanan hubungan-hubungan
sosial, suatu pemeliharaan yang dengannya individu-individu tertentu memiliki
tuga-tugas khusus. Oleh sebab itu keberadaan pimpinan organisasi menjadi suatu
hal yang mutlak sehingga dapat dikatakan bahwa organisasi merupakan struktur
yang bipartite atau tripartite.
Dalam menjalankan organisasi diperlukan keberasaan seperangkat peraturan
yang bertujuan untuk mengarahkan setiap anggota organisasi sehingga menjadi
acuan untuk menentukkan apakah perilaku tersebut bersifat organisasional atau
tidak organisasional. Aturan-aturan ini disebut sebagai tatanan
administrasi (verwaltungsordung). Satu komponen
lain yang tidak kalah penting adalah keberadaan staf administrasi(verwaltungsstab) yang memiliki hubungan ganda
dimana yang bersangkutan diharapkan untuk mematuhi semua tatanan yang ada
tetapi di lain pihak memiliki tugas untuk memantau kesesuaian tingkah laku
anggota lainnya terhadap tatanan tadi. Aspek penting lainnya adalah
masalah siapa yang memberi perintah dan kepada siapa perintah itu diberikan
yang disebut Weber sebagai aspek ”koordinasi imperatif”. Hal ini
melibatkan instansi kekuasaan yang khusus yaitu otoritas. Disinilah
kemudian Weber mengidentifikasi adanya jenis-jenis otoritas yaitu : Otoritas
Kharismatik, Otoritas Tradisional dan Otoritas Legal.
1.
KONSEP
BIROKRASI
Dari uraian Weber dalam tentang
birokrasinya dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan
birokrasi adalah suatu badan administratif tentang pejabat ang diangkat.
Seperti Mosca dan Michels, Weber juga memandang birokrasi sebagai hubungan
kolektif bagi golongan pejabat, suatu kelompok tertentu dan berbeda yang
pekerjaan dan pengaruhnya dapat dilihat di semua jenis organisasi. Selain itu,
Weber juga menekankan ciri organisasional tertentu yaitu pada aspek prosedur
pengangkatan pejabat tersebut. Ini berarti konsep Weber disamping terdapat
gagasan kelompok tetapi juga gagasan tentang bentuk-bentuk tindakan yang berbeda.
Hal ini menjadikan konsep Weber lebih penting dari tipe birokrasi yang paling
rasional.
Pada saat Weber memandang
birokrasi rasional, hal iitu dipandang sebagai bagian dari rasionalisasi dunia
modern yang di dalamnya menuntu kejelasan dan ketepatan. Sesuai dengan
teorinya, bahwa keyakinan dalam legitimasi adalah dasar bagi semua sistem
otoritas maka berikut adalah 5 keyakinan yang saling berkaitan untuk suatu
otoritas yang sah.
1.
Penegakkan
peraturan dapat menuntut kepatuhan
2.
Hukum merupakan
aturan yang abstrak yang diterapkan pada kasus tertentu sedangkan administrasi
mengurus kepentingan organisasi dalam batas hukum.
3.
Manusia yang
menjalankan otoritas juga mematuhi tatanan tsb.
4.
Hanya anggota
yang taat yang benar-benar mematuhi hukum.
5.
Kepatuhan
seharusnya tidak ditujukan kepada individu pemegang otoritas tetapi kepada
tatanan impersonal yang menjaminnya menduduki jabatan tersebut.
Berdasarkan konsepsi legitimasi
tersebut Weber merumuskan 8 proposisi tentang penyusunan sistem otoritas legal
yaitu :
1.
Tugas-tugas diorganisir
atas dasar aturan yang berkesinambungan.
2.
Tugas-tugas
dibagi ke dalam bidang-bidang yang berbeda sesuai dengan fungsinya dan
masing-masing dilengkapi dengan syarat otoritas dan sanksi-sanksi.
3.
Jabatan-jabatan
disusun secara hirarkis disertai dengan rincian hak kontrol dan komplain.
4.
Aturan-aturan
sesuai dengan pekerjaan diarahkan baik secara teknik maupun legal sehingga
diperlukan manusia yang terlatih.
5.
Anggota sebagai
sumber daya organisasi berbeda dengan anggota sebagai pribadi.
6.
Pemegang
jabatan tidaklah sama dengan jabatannya.
7.
Administrasi
berdasarkan dokumen tertulis sehingga cenderung menjadikan kantor sebagai pusat
organisasi modern.
Staf administrasi birokratis
sebagai Birokrasi Rasional memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Para anggota
bersifat bebas secara pribadi (hanya melaksanakan tugas-tugas impersonal saja
sesuai jabatannya).
2.
Terdapat
hirarki jabatan yang jelas.
3.
Fungsi-fungsi
pejabat ditentukan secara jelas.
4.
Pejabat
diangkat berdasarkan kontrak.
5.
Pejabat dipilih
berdasarkan kualifikasi profesional.
6.
Pejabat
memperoleh gaji dilengkapi dengan pensiun.
7.
Pos jabatan
adalah lapangan kerja pokok bagi pejabat.
8.
Struktur karir
dan promosi atas dasar senioritas dan keahlian.
9.
Pejabat sangat
mungkin tidak sesuai dengan jabatannya.
10. Pejabat tunduk pada sistem kontrol yang seragam.
1.
BATASAN-BATASAN
BIROKRASI
Seperti sudah dikemukakan Weber
tentang karakteristik birokrasi – keajegan, ketepatan, kesinambungan, disiplin,
kekerasan – yang secara teknis menjadi memuaskan maka birokratisasi merupakan
aspek lain di mana jika terjadi pertumbuhan dan perkembangan dari 10 ciri yang
sudah disusunnya. Catatan lain yang muncul sebagai bagian dari proses
rasionalisasi tadi adalah bahwa secara umum birokrasi rasional cenderung
memisahkan manusai dari alat-alat produksi dan menumbuhkan formalisme dalam
organisasi. Bahkan pengikutnya seperti Olwezky mengemukakan istilah
birokratisme untuk mewakili segala bentuk tindakan penyalahgunaan
birokrasi.
Sekarang bagaimana Weber
mengantisipasi dan mencegah kecenderungan yang melekat dalam birokrasi
yaitu akumulasi kekuasaan dari suatu kedudukan yang mengontrol kebijakan dan
tindakan organisasi. Maka mekanisme untuk membatasi lingkup sistem otoritas
pada umumnya dan birokrasi pada umumnya adalah sebagai berikut :
1.
Kolegialitas
2.
Pemisahan
Kekuasaan
3.
Administrasi
Amatir
4.
Demokrasi
Langsung
5.
Representasi
Ada beberapa kritikan terhadap
konsep Weber:
·
Merton :
“Ketepatan dan keajegan dalam administrasi dapat menyebabkan kegagalannya
sendiri”.
·
Herbert Simon :
“Situasi berbeda menuntut struktur administrasi yang berbeda”.
·
Talcott Parson
: “The right man on the right place tidak
selalu terjadi sehingga menimbulkan konflik”.
·
Gouldner dan
Francis & Stone : “Peraturan yang ada tidak serta merta diikuti oleh
kepatuhan yang sesungguhnya”.
·
Reinhard Bendix
: “Keterbatasan budaya rasionalitas dalam administrasi tentang dilema
implementasi peraturan apakah bersifat rigid ataukah kontekstual”.
·
Blau : “
Pencapaian tujuan organisasi tergantung kepada perubahan terus menerus di dalam
struktur birokrasi”.
E. BIROKRASI DAN KONTEKS IDEOLOGI
Ada tiga alasan konsep birokrasi dihubungkan dengan konteks ideologi:
1. Sekalipun ideologi
dirancang untuk mendorong agar manusia melakukan tindakan, namun tidak berarti
bahwa substansi ideologi secara keseluruhan bersifat emosi. Bahkan ideologi
modern mengakui bahwa ideologi didasarkan pada suatu pandangan yang obyektif
tentang hakikat manusia dan masyarakat.
2. sulit bagi setiap ilmuan
sosial untuk menjauhkan seluruh jejak komitmen ideologis dari karyanya sendiri.
3. kaum Marxis dan sebagian
Fasis mengklaim bahwa tujuan setiap ideologi adalah menghapus perbedaan antara
pemikiran ilmiah dan pemikiran ideologi
Karl Marx
Karya Marx tahun 1843 tentang Kritik des Hegelshen Staatrecht dipersepsikan
bahwa analisis awal Marx terhadap birokrasi disesuaikan dengan interpretasi
ekonominya terhadap politik. Gagasan Marx tentang birokrasi adalah kritik
terhadap konsepsi Hegel tentang kekuasaan eksekutif suatu negara. Hegel
mengembangkan pendapat bahwa negara adalah sarana untuk kepentingan umum, dan
terpisah dari kepentingan individu. Hegel menunjukkan dua faktor penting yang
menjamin agar tindakannya tidak melebihi batas kepentingan umum, yaitu otoritas
hirarkis dan independensi korporasi dan komunitas lokal. Bagi Marx, Hegel dianggap
terlalu menyederhanakan konsep birokrasi. Menurut Marx, birokrasi tidak hanya
pada sistem hirarki administrasi melainkan juga pada badan-badan penasehat.
Marx juga keberatan atas cara Hegel melihat hubungan masyarakat dan negara
(negara mewakili kepentingan umum dan masyarakat mengejar kepentingan khusus).
Menurut Marx konsep ini menyimpang, karena konsep tersebut hanyalah instrumen
bagai para eksekutif untuk melindungi kepentingan khusus mereka sendiri.
Marx sependapat dengan Hegel mengenai birokrat adalah pilar utama suatu
kelas menengah. Negara, menurut Marx, pada hakekatnya adalah alat dari
kepentingan sekelompok orang tertentu yang ia sebut dengan borjuis, untuk
menekan kelompok lain dalam rangka menjaga kepemilikian dan kepentingan mereka
sendiri. Dalam konteks ini, peran birokrasi adalah pelengkap sebagai instrumen
bagi kepentingan-kepentingan kelas. Revolusi merupakan cara yang dapat
dilakukan untuk menghilangkan struktur.
Marx mempertegas bahwa di dalam suatu masyarakat yang tidak berkelas, tidak
ada birokasi. Konsepsi Marx tentang birokrasi ini pada dasarnya jauh dari
komplit. Marx tidak menguraikan lebih lanjut dalam teorinya tentang apa yang
dimaksud dengan birokrasi sebagai pelengkap. Bahkan kemudian Marx tidak mau
memberikan sebutan apapun pada birokrasi yang nyata-nyata ada dalam berbagai
masyarakat, dan melayani kelas-kelas yang berbeda.
Marxis Akhir
Kurangnya tulisan-tulisan Marx
tentang birokrasi berimplikasi pada kebingungan para pengikutnya dalam
membangun bentuk negara pasca revolusi. Perdebatan diantara para pengikut
Marxis kemudian tidak dapat dielakan ketika desain pemerintahan sosialis sudah
harus segara dirumuskan dan roda pemerintahan dijalankan.
Lenin yang mencoba untuk menerapkan kosep Marxis dalam penyelenggaran negara.
Namun demikian, berbeda dengan pendahulunya, Lenin menerima prinsip-prinsip
birokrasi sebagai instrumen penyelenggaraan negara yang lebih terorganisir.
Perdebatan Lenin dengan Rosa Luxemburg terjadi karena anggapan Luxemburg bahwa
Lenin memperbudak gerakan buruh muda untuk menekan kaum elit intelektual dengan
cara memperalat kedok birokrasi. Lenin berpegang melalui The State and the Revolution bahwa mesin negara
yang lama harus dihancurkan dan perlunya kontrol pusat yang kuat sebagai suatu
kediktatoran proletariat bersenjata. Lembaga perwakilan akan muncul, tetapi
tidak sebagai parlementarianisme borjuis. Menurut Lenin, esensi birokrasi
merupakan pribadi-pribadi yang diistimewakan, terpisah dari rakyat, dan
menginjak rakyat.
Penerapan konsep Lenin ini kemudian
menuai banyak kritik dari para pengikut marxis lainnya. Menurut para
pengkritik, praktek penyelenggaraan pemerintahan sosialis benar-benar telah
menumbuhkan birokrasi.
Kaum Fasis
Ideologi kaum fasis bertentangan dengan marxis dalam hal penentuan aktor
yang seharusnya memegang kekuasaan tertinggi dalam penyelenggaraan negara.
Ideologi ini kebanyakan merupakan koleksi gagasan yang bersifat ad hocyang dicomot demi alasan oportunistik. Bagi
Mussolini, ”Bukanlah bangsa yang menghasilkan negara, melainkan negaralah yang
menciptakan bangsa.” Mussolini memuji mesin negara (birokrasi) karena birokrasi
memiliki prinsip-prinsip yang serupa dengan partai yang dibentuknya sendiri. Ia
melihat birokrasi sebagai badan jabatan atau metode administrasi modern.
Konsep birokrasi sebagai alat
negara yang tidak memihak dapat ditemui dalam pemikiran Fasis. Hitler misalnya,
memerlukan suatu birokrasi sebagai alat tetapi juga sekutu politik yang siap
mencampuri kehidupan nasional secara langsung untuk kepentingannya sendiri. Alasan
kaum Nazi mendukung birokrasi karena mereka melihat bahwa di dalam birokrasi
terdapat suatu kelompok elit yang tetap membantu mereka dalam menjalankan
kekuasaan.
Perbedaan yang sangat mendasar
dari marxis dan fasis adalah kedua faham ideologi ini, berimplikasi pula pada
perbedaan pandangan keduanya terhadap konsep birokrasi. Birokrasi oleh Marxis
selalu berkonotasi negatif, karena merupakan cerminan dari kekuatan kaum
borjuis. Sedangkan bagi Fasis, birokrasi justru serba positif.
Para Ideolog Demokrasi Perwakilan
Di masyarakat barat, berkembang dua kelompok politik yang memiliki
pemikiran diametrikal tentang birokrasi. Kelompok-kelompok politik tersebut
adalah konservatif dan sosialis. Di Amerika dan Inggris, konservatisme
dihubungkan dengan perlawanan terhadap campur tangan pemerintah. Mereka
menyerang semua kegiatan yang disebut birokrasi. Birokrasi, menurut mereka,
adalah proliferasi aturan-aturan atau kebalikannya, pemberian keleluasaan
kepada pejabat, atau nasionalisasi, atau pejabat-pejabat yang berperilaku jelek
atau kadang-kadang berperilaku sederhana seperti sosialisme. Menurut Luqwig von
Mises, perusahaan swasta pun bisa menunjukkan sifat-sifat birokratis.
Pandangan kaum konservatif
terhadap birokrasi selalu negatif, pandangan ini meskipun mirip Marxis tetapi
memiliki pijakan ideologi yang berbeda. Mereka menolak birokrasi karena
alasan untuk mengurangi campurtangan pemerintah terhadap aspek-aspek kehidupan
yang semestinya menjadi wilayah aktivitas sektor private. Berbeda dengan
pandangan konservatif ini.
Kaum sosialis justru menghendaki peran birokrasi yang cukup luas dalam
masyarakat. Namun demikian mereka menolak bahwa peran negara tersebut sebagai
campur tangan pemerintah, tetapi sebagai ciri-ciri negara modern. Richard
Grossmann dalam Planning for Freedom menekankan
perlunya kekuasaan yang bertanggungjawab, kebutuhan akan komite-komite di
parlemen dan perlindungan konstitusional bagi warga secara individual.
F. TUJUH KONSEP MODERN TENTANG BIROKRASI
Jika suatu interpretasi terhadap konsep Weber dijalankan, maka akan muncul
implikasi yang dapat dikategorikan sebagai berikut:
- Birokrasi sebagai organisasi
rasional
- Birokrasi sebagai
inefisiensi organisasi
- Birokrasi sebagai kekuasaan
yang dijalankan oleh pejabat
- Birokrasi sebagai
Administrasi Negara
- Birokrasi sebagai
administrasi yang dijalankan oleh pejabat
- Birokrasi sebagai suatu
organisasi
- Birokrasi sebagai masyarakat
modern
G. BIROKRASI DAN TEORITISI DEMOKRASI
Perubahan konteks intelektual
Pada abad ke 19, sebagian besar akademisi menilai kontribusi negatif
birokrasi terhadap perkembangan demokrasi. Penyebabnya, sebagian besar teori
konvensional lebih mengelaborasi fungsi antara legislatif, eksekutif, dan
yudikatif tanpa memberi perhatian pada pejabat di dalamnya. Posisi pejabat
hanyalah sebagai pelengkap. Kriteria yang kemudian digunakan dalam ranah
demokrasi seperti akuntabilitas, tanggungjawab, kepekaan, dam perwakilan, jelas
harus dijadikan standar oleh pegawai negara yang sesuai dengan nilai-nilai
demokrasi.
Banyak masalah di seputar birokrasi dalam konsep demokrasi dan oleh
karenanya solusi perbaikan demokrasi adalah perbaikan terhadap konsep
birokrasi. Dalam perkembangan kemudian, persepsi lama tersebut dianggap telah
usang, karena dinilai memiliki kesalahan yang mendasar dalam menarik kesimpulan
akan hubungan antara kedua konsep yang dibahas tersebut. Bagi kelompok ilmuan
pada generasi yang lebih baru, kritik terhadap birokrasi yang dilakukan para
ilmuan sebelumnya mestinya diarahkan hanya untuk birokrat yang berperilaku
negatif saja, bukan keseluruhan konsep birokrasi. Adapun birokrasi adalah
konsep yang netral dan pengaruh yang diberikannya terhadap demokrasi adalah
bersumber dari para pejabatnya.
Diagnosis dan Upaya memperbaiki Penyakit Birokrasi
Untuk melakukan diagnosis terhadap birokrasi, Albrow memulai asumsinya
dengan pernyataan: ”Apakah tindakan pejabat-pejabat negara dianggap sebagai
birokasi tergantung dari bagaimana nilai-nilai demokrasi itu ditafsirkan dan
yang mana di antara tafsiran tersebut yang dipandang salah, karena dalam setiap
tafsir demokrasi terdapat suatu gagasan yang berkaitan dengan birokrasi.”
Albrow membedakan tiga posisi dasar tentang fungsi-fungsi pejabat di negara
demokrasi, yaitu:
- Pejabat menuntut kekuasaan
terlalu besar dan perlu dikembalikan pada fungsinya semula.
- Pejabat benar-benar memiliki
kekuasaan dan ketika tugas semakin besar maka jabatan harus dijalankan
secara bijaksana
- bahwa kekuasaan diperlukan
oleh para pejabat dan yang harus dicari adalah metode-metode yang
relevan digunakan untuk melaksanaan pelayanan
Kondisi pertama menurut Albrow adalah kondisi yang lebih dekat dengan
keprihatinan abad ke-19 dan lebih populer di kalangan para yuridis (ahli
hukum). Kondisi kedua adalah kondisi paling ortodoks, dan kondisi ketiga adalah
yang paling radikal.
Berdasarkan kasus ini, jelas masalah birokrasi akan timbul ketika pejabat
gagal memahami atau menanggapi kebutuhan umum. Hal ini dapat terjadi
ketika prosedur pengawasan formal ditutup secara rapat. Pengawasan
formal diperlukan bagi individu agar memiliki otonomi personal dan
kebebasan dalam mengambil keputusan. Menurut Albrow, komitmen pejabat
terhadap nilai-nilai demokrasi adalah suatu benteng pengamanan yang lebih
penting daripada sistem kontrol. Untuk mencapai ini diperlukan adanya metode
yang menekankan padakompetensi profesional dan kebijakan
rekrutmen yang menjamin dimilikinya orang yang disenangi oleh semua
golongan masyarakat. Profesionalisme dan keterwakilan diharapkan meningkatkan
kepercayaan politik (publik), sehingga pada akhirnya mengurangi friksi dengan
publik dan memperkuat keyakinan publik. Sementara terkait dengan pemenuhan
kebutuhan pokok rakyat, maka yang diperlukan pejabat adalah kepekaan terhadap
suara rakyat. Menurut Friedrich, kepekaan ini justru lebih penting daripada
internalisasi nilai-nilai demokrasi pada para pejabat.
Walaupun pejabat publik lebih bersifat aristokrat paternalistik, namun
ditegaskan Albrow bahwa publik itu memiliki suara. Walaupun menurut John Stuart
Mill berpendapat adanya konflik antara birokasi dan demokrasi perwakilan, namun
dengan adanya penguatan tindakan politik akan menjamin kekuasaan tindakan lebih
terorganisir di dalam masyarakat.
H. TINJAUAN KRITIS
Relevansi dengan Indonesia
Buku ”Bureaucracy” karya Martin Albrow memuat berbagai teori tentang birokrasi
yang dinarasikannya dengan pola ”diskusi antar teori”. Dengan kekayaan teori
ini, buku tersebut menjadi sangat menarik dan relevan sebagai dasar referensi
teori untuk menganalisis birokrasi di Indonesia. Jika melihat pemerintahan di
Indonesia berdasarkan teori-teori yang ada dalam karya Albrow ini, dapat
ditarik benang merah antara konsep birokrasi Weber dan birokrasi di Indonesia,
bahwa birokrasi yang dikembangkan di Indonesia lebih merupakan cerminan dari
birokrasi Weber. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya sejumlah karakteristik
dari birokrasi Weber dalam birokrasi di Indonesia tersebut. Namun
demikian, dalam pelaksanaannya, masih banyak dari karakter birokrasi yang ada
belum sesuai dengan prinsip-prinsip birokrasi Weber
Sumbangan atas Teori Organisasi
1. Keunggulan utama dari karya Martin Albrow ini justru adalah
kemampuannya untuk mengungkapkan berbagai perspektif tentang birokrasi, yang
semuanya diramu dalam bentuk dialog antar perspektif. Bagi pendatang baru dalam
bidang ini, buku ini sangat membantu dalam memahami birokrasi. Namun, jika
membaca sekilas akan terkesan, Albrow tidak menampilkan pemikiran baru karena
hanya berusaha meramu dari berbagai sumber saja.
2. Pemikiran baru yang dikemukakan Albrow pun terlihat hanya
mempertegas dan memperdalam pemikiran Weber, terutama apa yang diungkapkan
dalam tujuh konsep modern mengenai birokrasi.
3. Meskipun buku ini dapat dikategorikan sebagai buku klasik, namun
isinya masih relevan untuk melihat pergulatan antar teori tersebut pada masa sekarang.
KEPUSTAKAAN
Martin Albrow, Bureaucracy, 1970, London: the MacMillan Press,
Ltd.